BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kontribusi
kaum Muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan
pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah
diabaikan oleh para ilmuwan Barat. Para sejarawan Barat telah menulis sejarah
ekonomi dengan sebuah asumsi bahwa periode antara Yunani dan Skolastik adalah
steril dan tidak produktif. Sebagai contoh, sejarawan sekaligus ekonom
terkemuka, Josep Schumpeter, sama sekali mengabaikan peranan kaum Muslimin. Ia
memulai penulisan sejarah ekonominya dari para filosof Yunani dan langsung
melakukan loncatan jauh selama 500 tahun, dikenal sebagai The Great Gap,
ke zaman St. Thomas Aquinas (1225-1274 M).
Sebaliknya,
meskipun telah memberikan kontribusi yang besar, kaum Muslimin tidak lupa
mengakui utang mereka kepada para ilmuwan Yunani, Persia, India dan Cina. Hal
ini sekaligus mengindikasikan inklusivitas para cendekiawan Muslim masa lalu
terhadap berbagai ide pemikiran dunia luar selama tidak bertentangan dengan
ajaran Islam.
Peran para pemikir ekonomi islam pun
berperan akan pertumbuhan ekonomi umat islam. Banyak para pemikir ekonomi islam
yang menuangkan buah pikirannya untuk kemajuan perekonomian umat islam, di
antaranya adalah Al-Mawardi. Lebih lanjut, pada makalah yang kami susun ini
akan membahas tentang riwayat Hidup Al-mawardi dan pemikiran ekonomi
beliau.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bgaimana biografi singkat Al-Mawardi?
2. Bgaimana pemikiran ekonomi Al-Mawardi?
3. Apa saja karya-karya dari Al-Mawardi?
1.3
Tujuan Pembahasan
Maksud
dari pembahasan makalah yang berjudul “Pemikiran Ekonomi Al-Mawardi” adalah untuk memenuhi persyaratan tugas yang diberikan
agar mendapatkan penilaian yang bagus dalam mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam di bidang softskill.
Tujuan
dalam pemilihan judul makalah “Pemikiran Ekonomi Al-Mawardi” untuk menyesuaikan
dengan persyaratan tema makalah
yang telah di tentukan dalam mata kuliah ini yakni tentang Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Dan untuk pembelajaran bagi para mahasiswa yang
membutuhkan ilmu pengetahuan dari makalah
ini. Serta
tujuan dari pembahasan materi ini adalah untuk mengetahui serta mempelajari sejarah
serta memahami konsep
pemikiran ekonomi yang di gunakan pada masa itu.
1.4
Ruang Lingkup
Untuk
mempermudah penulisan makalah
ini dan agar lebih terarah dan berjalan dengan baik, maka perlu kiranya dibuat
suatu batasan masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas
dalam penulisan makalah
ini, yaitu hanya membahas tentang:
1.
Biografi Al-Mawardi secara singkat.
2.
Sejarah dari Pemikiran Ekonomi Al-Mawardi.
3.
Karya-karya
Al-Mawardi.
Dan pembahasan dalam makalah
ini hanya brsifat teoritis denagn berlandaskan sumber-sumber tercantum yang
ada.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Biografi Singkat Al-Mawardi
Nama
lengkap al-Mawardi adalah Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad bin Habib al-Bagdhadi,
yang lebih dikenal dengan nama al-Mawardi. ia lahir di basrah pada tahun
364 H / 974 M. Beberapa waktu kemudian ia bersama orang tuan nya pindah ke
baghdad dan disana ia dibesarkan. Al-mawardi adalah seorang pemikir Islam yang
terkenal dalam mazhab Syafi’i.
Al-Mawardi
hidup dizaman daulah Abbasiyah, kehalifahan Abbasiyah yang gemilang telah
memberikan suasana yang paling cocok bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan secara
tepat dikenal sebagai zaman keemasan peradaban islam. Pada masa ini khalifah
Harun al-Rasyid mendirikan Darul al-Hukuma sebagai laboratorium
penerjemahan dan penelitian ilmu pengetahuan.
Al-Mawardi
dengan Ilmu yang dimilikinya, ia di kenal oleh banyak orang sebagai pemikir
Islam, terutama dalam bidang Fiqh Siyasah. Al-mawardi terpandang sebagai
tokoh terkemuka dan terkenal diantra mazhab Syafi’i dan pejabat tinggi yang
besar pengaruhnya dalam pemerintahan Abbasiyah, karirnya dimulai sebagai
penasehat hukum dan kemudian menjadi hakim di berbagai daerah. Prestasinya
melambung naik sehingga ia dipercaya menjadi hakim di Ustawa sebuah kota di
Nisapur. Selanjutnya pada tahun 429 H, oleh Khlifak Qasim Billah ia diberi
gelar dengan Aqdhatul Qudhat”. Setelah berpindah dari satu kota kekota
lain sebagai hakim, artinya ia kembali dan menetap di Baghdad, dan mendapatkan
kedudukan yang terhormat pada pemerintahan khalifah Qadir.
Disam
ping sebagai Hakim, al-Mawardi juga sebagai seorang guru, banyak ulama-ulama
terkemuka sebagai hasil bimbingannya, antara lain adalah Abu al-Ainain Kadiri
dan Abu Bakar al-Khatib. Kegiatan ilmiah yang dilakukan al-Mawardi selain
mengajar adalah menulis, al-Mawardi adalah penulis yang produktif, ini terbukti
dengan banyaknya karya beliau diantaranya adalah; Kitab Al-Hawi dalam
bidang Fiqh, Kitab Dalain al-Nubuwwatdalam bidang Hadits,
kitab Al-Ahkam al-Shulthaniyah (Hukum tata Negara atau
Pemerintahan) dan masih banyak lagi karya-karya terkemuka lainya.
Al-Mawardi
dalam masa hidupnya merupakan seorang ulama dal politikus yang sangat
berpengaruh dalam pemerintahan Abbasiyah dan masa-masa berikutnya sampai dewasa
ini. Konsep al-mawardi tentang ketatanegaraan dijadikan sebagai rujukan dalam
dunia Islam, hal itu diakui oleh Dunia Islam sendiri dan dunia Barat. Imam
Al-Mawardi sebagai seorang tokoh dan Ulama Islam terkemuka wafat pada Hari
selasa bulan Rabiul awal tahun 450 H dan dimakamkan di kota Baghdad dalam usia
86 Tahun.
2.2 Pemikiran Ekonomi
Pada dasarnya, pemikiran ekonomi
al-Mawardi tersebut paling tidak pada tiga buah karya tulisannya, yaitu kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, al-Hawi dan al-Ahkam as-Sulthaniyyah. Dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, ia memaparkan
tentang perilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis mata pencaharian
utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan dan industry. Dalam kitab al-hawi, salah satu bagiannya,
al-Mawardi secara khusus membahas tentang Mudharabah dalam pandangan berbagai
mazhab. Dalam kitab al-Ahkam
As-Sulthaniyyah, ia banyak menguraikan tentang system pemerintahan dan
administrasi agama islam, seperti hak dan kewajiban penguasa terhadap
rakyatnya, berbagai
lembaga Negara, penerimaan dan pengeluarn Negara, serta Institusi Hibah.
Dalam kitabnya al-Ahkam
As-Sulthaniyyah, al-Mawardi menempatkan pembahasan ekonomi dan keuangan Negara
secara khusus pada bab 11,12, dan 13 yang masing-masing membahas tentang harta,
sedekah, ghanimah, serta harta jizyah dan Kharaj.
Analisis komparatif atas kitab
ini dengan karya-karya sebelumnya yang sejenis menunjukan bahwa al-Mawardi
membahas masalah-masalah keuanagan dengan cara yang lebih sistematis dan rumit.
Sumbangan
utama al-Mawardi terletak pada pendapat mereka tentang pembenaan pajak tanbahan
dan dibolehkannya peminjaman publik.
2.2.1 Negara dan Aktifitas Ekonomi
Teori keuangan publik selalu
terkait dengan peran Negara dalam kehidupan ekonomi. Negara dibutuhkan karena
berperan untuk memenuhi kebutuhan kolektif seluruh warga negaranya.
Permasalahan inipun tidak luput dari perhatian Negara islam. Al-Mawardi berpendapat
bahwa pelaksanaan Imamah (kepemimpinan
politik keagamaan) merupakan kekuasaan mutlak (absolut) dan pembentukanya
merupakan suatu keharusan demi terpeliharanya agama dan pengelolaan dunia.
Dalam perspektif ekonomi,
pernytaan Al-Mawardi ini berarti bahwa Negara memiliki peran aktif demi
trealisasinya tujuan material dan sepiritual. Ia menjadi kewajiban moral bagi
bangsa dalam membantu merealisasikan kebaikan bersama, yaitu memelihara
kepentingan masyarakat serta mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian seperti para pemikir muslim sebelumnya, al-Mawardi memandang
bahwa dalam islam pemenuhan dasar setiap anggota masyarakat bukan saja
merupakan kewajiban penguasa dari sudut pandang ekonomi, melainkan moral dan
agama.
Selanjutnya al-mawardi
berpendapat bahwa Negara harus menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi
perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum. Menurutnya,
“ jika hidup dikota menjadi tidak mungkin karena tidak berfungsinya
fasilitas sumber air minum, atau rusaknya tembok kota, maka Negara harus
bertanggung jawab untuk memperbaikinya dan, jika tidak memiliki dana, Negara
harus memnemukan jalan untuk memperolehnya”
Al-Mawardi menegaskan bahwa
Negara wajib mengatur dan membiayai pembelanjaan yang dibutuhkan oleh layanan
publik
karena setiap individu tidak mungkin membiayai jenis layanan semacam itu.
Dengan demikian, layanan public merupakan kewajiban social (fardh kifayah) dan harus bersandar
kepada kepentingan umum. Pernyataan Al-Mawardi ini semakin mempertegas pendapat
para pemikir muslim sebelumnya yang menyatakan bahwa untuk mengadakan proyek
dalam kerangka pemenuhan kepentingan umum, Negara dapat menggunakan dana Baitul
Mal atau membebankan kepada individu-individu yang memiliki sumber keuangan
yang memadai. Lebih jauh ia menyebutkan tugas-tugas Negara dalam pemenuhan
kebutuhan dasar setiap warga Negara sebagai berikut :
a.
Melindungi agama
b.
Menegakkan hukum dan stabilitas
c.
Memelihara batas Negara islam
d.
Menyediakan iklim ekonomi yang kondusif
e.
Menyediakan administrasi public, peradilan, dan pelaksanaan hukum islam
f.
Mengumpulkn pendapat dari berbagai sumber yang tersedia serta menaikannya
dengan menerapkan pajak baru jika situasi menuntutnya
g.
Membelanjakan dana Baitul Mal untuk berbagai tujuan yang telah menjadi
kewajibanya.
Seperti yang telah disebutkan,
Negara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara
serta merealisasikan kesejahteraan dan perkembangan ekonomi secara umum.
Sebagai konsekuensinya, Negara harus memiliki sumber-sumber keuangan yang dapat
membiayai pelaksanaan tanggung jawabnya tersebut. Berkaitan dengan hal ini,
Al-Mawardi menyatakan bahwa kebutuhan Negara terhadap pendirian kantor lembaga
keuangan negara secara permanen muncul pada saat terjadi transfer sejumlah dana
Negara dari berbagai daerah lalu dikirimkan kepusat.
Seperti pada halnya para pemikir
Muslim diabad klasik, al-Mawardi menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan
Negara islam terdiri dari Zakat,
Ghanimah, Kharaj, Jizyah, dan Ushr.
Terkait dengan pengumpulan harta zakat, al-Mawardi membedakan antara kekayaan
yang tampak dengan kekayaan yang tidak tampak. Pengumpulan zakat atas kekayaan
yang tampak, seperti hewan dan hasil pertanian, harus dilakukan langsung oleh
Negara, sedangkan pengumpulan zakat atas kekayaan yang tidak tampak, seperti
perhiasan dan barang dagangan, diserahkan kepada kebijakan kaum muslimin.
Lebih jauh al-Mawardi
berpendapat bahwa dalam hal sumber-sumber pendapatan Negara tersebut apabila
tidak mampu memenuhi kebutuhann anggaran Negara atau terjadi defisit anggaran,
Negara memperbolehkan untuk menetapkan pajak baru atau melakukan pinjaman
kepada public. Secara historis, hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw.
Untuk membiayai kepentingan perang dan kebutuhan social lainnya dimasa awal
pemerintahan Madinah.
Menurut al-Mawardi, pinjaman
public harus dikaitkan dengan kepentingan public. Nemun demikian, tidak semua
kepentingan public dapat dibiayai dari dana pembiayaan public. Ia berpendapat
bahwa ada dua jenis biaya untuk kepentingan public, yaitu biaya untuk
pelaksnaan fungsi-fungsi mandatory Negara
dan biaya untuk kepentingan umum dana kesejahteraan masyarakat. Dana pinjaman
public hanya dapat dilakukan untuk pembiayaan berbagai barang atau jasa yang
disewa oleh Negara dalam kerangka mandatory
functions. Sebagai gambaran, al-Mawadi menyatakan bahwa ada beberapa
kewajiban Negara yang timbul dari pembayaran berbasis sewa, seperti gaji para
tentara dan biaya pengadaan senjata. Kewajiban seperti ini harus tetap dipenuhi
terlepas dari apakah keuangan Negara mencukupi atau tidak. Apabila dana yang
ada tidak mencukupi, Negara dapat melakukan pinjaman kepada public untuk
memenuhi jenis kewajiban tersebut.
Dengan demikian, menurut
al-Mawardi pinjaman public hanya memperbolehkan untuk membiayai kewajiban
Negara yang bersifat mandatory functions.
Adapun terhadap jenis kewajiban yang bersifat lebih kepada peningkatan
kesejahteraan masyarakat, Negara dapat memberikan pembiayaan yang berasal dari
dana-dana lain, seperti pajak.
Pernyataan al-Mawardi tersebut
juga mengindikasikan bahwa pinjaman publik dilakukan jika didukung oleh kondisi
ekonomi yang ada dan yang akan datang serta tidak bertujuan konsumtif. Kebijakan
pinjaman publik
merupakan solusi terahir yang dilakukan oleh Negara dalam menghadapi
defisit anggaran.
2.2.2 Perpajakan
Sebagaimana trend pada masa klasik, masalah perpajakan juga tidak luput dari
perhatian al-Mawardi. Menurutnya, penilaian atas Kharaj harus berfariasi sesuai dengan faktor-faktor
yang menentukan kemampuan tanah dalam membayar pajak, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman dan sisitem
irigasi.
Lebih jauh, ia menjelaskan
alasan penyebutan ketiga hal tersebut sebagai faktor-faktor penilaian Kharaj.
Kesuburan tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan penilaian Kharaj
karena sedikit-banyaknya jumlah produksi bergantung kepadanya. Jenis tanaman
juga berpengaruh terhadap penilaian kharaj karena berbagai jenis tanaman
mempunyai variasi harga yang berbeda-beda. Begitupula halnya dengan sistem
irigasi.
Disamping ketiga faktor
tersebut, al-Mawardi juga mengungkapkan faktor yang lain, yitu jarak antara
tanah yang menjadi objek kharaj dengan pasar. Faktor terahir ini juga sangat
relevan karena tinggi-rendahnya harga berbagai jenis barang tergantung pada
jarak tanah dari pasar. Dengan demikian, dalam pandangan al-Mawardi keadilan baru akan terwujud terhadap para
pembayar pajak jika para petugas pemungut pajak mempertimbangkan setidaknya
empat factor dalam melakukan penilaian suatu objek Kharaj, yaitu kesuburan
tanah, jenis tanaman, system irigaasi dan jarak tanah ke pasar”.
Tentang metode penetapan Kharaj,
al-Mawardi menyarankan untuk mengguanakan salah satu dari tiga metode yang
pernah diterapkan dalam sejarah islam, yaitu:
a.
Metode Misahah, yaitu metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah. Metode
ini merupakan Fixed-Tax, terlepas
dari apakah tanah tersebut ditanami atau tidak, selama tanah tersebut bisa
ditanami.
b.
Metode penetapan Kharaj berdasarkan ukuran tanah yang ditanami saja. Dalam
metode ini, tanah subur yang tidak dikelola tidak masuk dalam penilaian objek
Kharaj.
c.
Metode Musaqah yaitu metode penetapan Kharaj berdasarkan presentase dari hasil
produksi (proportional tax). Dalam metode ini, pajak dipungut setelah tanaman
mengalami masa panen.
Secara kronologis, metode
pertama yang digunakan umat islam dalam penerapan kharaj adalah metode Misahah.
Metode ini diterapkan pertama kali pada masa khalifah Umar ibn Khatab
berdasarkan masukan dari para sahabat yang melakukan survey. Pada masa ini,
pajak ditetapkan tahunan pada tingkat yang berbeda secara Fixed atas setiap tanah yang berpotensi produktif dan
memiliki akses keair, sekalipun tidak ditanami sehingga pendapatan yang
diterima oleh Negara dari jenis pajak ini pun bersifat fixed. Melalui penggunaan metode ini, Khalfah Umar ingin menjamin
pendapatan Negara pada setiap tahunnya demi kepentingan ekspansi, sekaligus
memastikan para petani tidak mengelak membayar pajak dengan dalih hasil
produksi rendah.
Metode yang kedua juga pernah
diterapkan pada masa Umar. Pengenaan pajak dengan menggunakan metode ini
dilakukan pada bebarapa wilayah tertentu saja, terutama di Syiria. Metode yang
terahir, Muqasamah, pertama kali
diterapkan pada masa Dinasti Abbasiyah, Khususnya pada masa dinasti Al-Mahdi
dan Harun ar-Rasyid.
2.2.3
Baitul Mal
Seperti yang telah dikemukakan,
al-Mawardi menyatakan bahwa untuk membiayai belanja Negara dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya, Negara membutuhkan lembaga keuangan
Negara (Baitul Mal) yang didirikan secara permanen. Melalui lembaga ini,
pendapatan Negara dari berbagai sumber akan disimpan dalam pos yang terpisah
dan dibelanjakan sesuai dengan alokasinya masing-masing.
Berkaitan dengan pembelanjaan
harta Baitul Mal, al-Mawardi menegaskan bahwa jika dana pada pos tertentu tidak
mencukupi untuk membiayai kebutuhan yang direncanakannya, pemerintah dapat
meminjam uang belanja tersebut dari pos yang lain. Ia juga menyatakan bahwa
pendapatan dari setiap Baitul Mal provinsi digunakan untuk memenuhi pembiayaan
kebutuhan publiknya masing-masing. Jika terdapat surplus, guberbur mengirimkan
sisa dana tersebut kepada pemerintah pusat. Sebaliknya, pemerintah pusat atau
provinsi yang memperoleh pendapatan surplus harus mengalihkan sebaggian harta
Baitul Mal kepada daerah-daerah yang mengalami defisit. Kemudian dilihat dari
tanggung jawab Baitul Mal untuk memenuhi kebutuhan publik. Ia
mengklasifikasikan berbagai tanggung jawab Baitul Mal kedalam dua hal, yaitu :
a.
Tanggung jawab yang timbul dari berbagai harta benda yang disimpan di Baitul
Mal sebagai amanah untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak.
b.
Tanggung jawab yang timbul seiring dengan adanya pendapatan yang menjadi aset
kekayaan baitul Mal itu sendiri.
Berdasarkan ketegori yang dibuat
al-Mawardi tersebut, kategori pertama dari tanggung jawab Baitul Mal yang
terkait dari pendapatan Negara yang berasal dari sedekah. Kerena pendapatan
sedekah yang diperuntukan bagi klompok masyarakat telah ditertentukan dan tidak
dapat digunakan untuk tujuan-tujuan umum, Negara hannya diberi kewenangan untuk
mengatur pendaptan itu sesuai apa yang telah digariskan oleh ajaran islam.
Dengan demikian kategori tanggung jawab yang pertama merupakan pembelanjaan
yang bersifat tetap dan minimum.
Kemudian kategori tanggung jawab
yang kedua yakni terkait dari pendapatan Negara yang berasal dari Fai. Menurut al-Mawardi, seluruh jenis
kekayaan yang menjadi milik kaum muslimin secara umum dan bukan milik
perseorangan secara khusus merupakan bagian dari harta Baitul Mal. Oleh karena
itu, pendapatan fai yang
diperuntukan bagi seluruh kaum muslimin tersebut merupakan bagian dari harta
Baitul Mal.
Lebih jauh, al-Mawardi
mengklasifikasikan kategori yang kedua ini kedalam dua hal.
Pertama,
tanggung jawab
yang timbul sebagai pengganti atas nilai yang diterima (badal), seperti untuk
pembayaran gaji para tentara dan pembiayaan pengadaan senjata. Pelaksanaan
tanggung jawab ini menghasilkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah, berapapun besarnya.
Kedua,
tanggung jawab
yang muncul melalui bantuan dan kepentingan umum. Al-Mawardi menyatakan bahwa
pelaksanaan jenis tanggung jawab ini berkaitan dengan keberadaan dana Baitul
Mal. Jika terdapat dana yang cukup dari Baitul Mal, maka pelaksanaan tanggung
jawab tersebut menjadi tanggung jawab sosial (fardh kifayah) seluruh kaum
muslimin.
Disamping menetapkan tanggung
jawab Negara, uraian al-Mawardi tersebut juga menunjukan bahwa dasar
pembelanjaan publik
dalam Negara islam adalam Maslahah (kepentingan
umum). Hal ini berarti bahwa Negara hanya mempunyai wewenang untuk
membelanjakan harta Baitul Mal selama berorientasi pada pemeliharaan maslahah
dan kemajuannya.
Dalam hal pendistribusian
pendapatan zakat, al-Mawardi menyatakan bahwa kewajiban Negara untuk
mendistribusikan harta zakat kepada orang-orang fakir dan miskin hanya pada
taraf sekedar untuk membebaskan mereka dari kemiskinan. Tidak ada batasan
jumlah tertentu untuk membantu mereka karena ‘pemenuhan kebutuhan’ merupakan
istilah yang relativ. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebingga terbebas dari
1 Dinar, sementara yang lain mungkin membutuhkan 100 dinar.
Disamping itu al-Mawardi
berpendapat bahwa zakat harus didistribusikan diwilayah tempat zakat itu
diambil. Pengalihan zakat kewilayah lain hanya diperbolehkan apabila seluruh
golongan mustahik zakat diwilayah tersebut telah diterimanya secara memadai.
Kalau terdapat surplus, maka mereka yang paling berhak menerimannya adalah yang
terdekat wilayah tempat zakat tersebut diambil.
Al-Mawardi menyatakan bahwa
untuk menjamin pendistribusian harta Baitul Mal agar berjalan lancar dan tepat
sasaran, Negara harus memberdayakan Dewan
Hisbah semaksimal mungkin. Dalam hal ini salah satu fungsi Muhtasib adalah memperhaikan kebutuhan
public serta merekomendasikan pengadaan proyek kesejahteran bagi masyarakat
umum. Al-mawardi menegaskan, jika
mekanisme pengadaan air minum kekota mengalami kerusakan, atau dinding
sekitarnya bocor, atau kota tersebut banyak dilintasi oleh para musafir yang
sangat membutuhkan air, maka Muhtasib (petugas hisab) harus memperbaiki system
air minum, merekonstruksi dinding dan memberikan bantuan keuangan kepada
orang-orang miskin, karena hal ini adalahh kewajiban baitul Mal bukann
kewajiban Masyarakat.
Disamping menguraikan teori
tentang pembelanjaan public,, al-Mawardi ternyata memahami dampak ekonomi
pengalihan pendapatan melalui kebijakan public. Ia menyatakan: “ Setiap penurunan dalam kekayaan public adalah
peningkatan kekayaan Negara dan setiap penurunan dalam kekayaan Negara adalah
peningkatan dalam kekayaan public.”
Dengan demikian, menurut
al-Mawardi pembelanjaan public, seperti halnya perpajakan, merupakan alat
efektif untuk mengalihkan sumber-sumber ekonomi. Pernyataan al-Mawradi tersebut
juga mengisyaratkan bahwa pembelanjaan public akan meningkatkan pendapatan
masyarakat secara keseluruhan.
2.3 Karya-karya Al-Mawardi
Ø
Al
Mawardi Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Basri asy-Syafi’i
lahir di kota Basrah pada tahun 364 H (974 M).
Ø
Pemikiran
ekonomi al-Mawardi ada pada tiga buah karya tulisnya, yaitu Kitab Adab
ad-Dunya wa ad-Din, al-Hawi dan al-Ahkam as-Sulthaniyyah.
Ø
Al
Mawardi memaparkan perilaku ekonomi muslim serta jenis mata pencaharian utama,
yaitu pertanian, peternakan, perdagangan, dan industri.
Ø
Dalam
Kitab al-Hawi, di salah satu bagiannya, al-Mawardi secara khusus
membahas tentang mudharabah dalam pandangan berbagai mazhab.
Ø
Dalam
Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah, Al Mawardi banyak menguraikan tentang
sistem pemerintahan dan administrasi negara Islam.
Ø Dalam Kitab al-Ahkam
as-Sulthaniyyah, Al Mawardi menguraikan lembaga negara, penerimaan dan
pengeluaran negara, serta institusi hisbah
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ø
Menurut Al-Mawardi, pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat adalah kewajiban penguasa dari sudut pandang ekonomi, moral dan
agama.
Ø
Menurut Al-Mawardi, negara harus menyediakan
infrastruktur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum.
Ø
Menurut Al-Mawardi, penilaian atas kharaj harus bervariasi sesuai
faktor kemampuan tanah: kesuburan, jenis tanaman dan sistem irigasi.
Ø Menurut
Al-Mawardi, alternatif metode penetapan kharaj adalah berdasarkan: misahah, atau ukuran tanah yang ditanami saja, atau musaqah.
Ø
Metode Misahah: penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah. Metode ini merupakan fixed-tax, selama tanah
tersebut memang bisa ditanami.
Ø
Pada penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah yang ditanami saja, tanah
subur yang tidak dikelola tidak termasuk penilaian obyek kharaj.
Ø
Metode Musaqah: metode penetapan kharaj berdasarkan persentase dari hasil produksi (proportional tax) yang dipungut
setelah panen.
Ø
Menurut Al-Mawardi, untuk membiayai kepentingan
publik, Negara membutuhkan lembaga keuangan negara (Baitul Mal) yang didirikan
permanen.
Ø
Menurut Al-Mawardi, melalui Baitul Mal,
pendapatan negara akan disimpan dalam pos terpisah dan dibelanjakan sesuai
alokasi masing-masing.
Ø
Menurut Al-Mawardi, harta benda yang disimpan di
Baitul Mal sebagai amanah untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman Azwar, 2012. Sejaran Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada
Faza Zee
Delhawa. 2013. Pemikiran Ekonomi
Al-Mawardi. http://fazaandromeda.blogspot.com/2013/07/pemikiran-ekonomi-al-mawardi.html. Tanggal akses Minggu 14
Desember, 2014.
Imam Ahmad
Baihaqi. 2012. Konsep EKonomi Menurut Al-Mawardi.
http://imamahmadbaihaqi.blogspot.com/2012/02/konsep-ekonomi-menurut-al-mawardi.html. Tanggal akses Sabtu 29 November, 2014.
BalasHapusSaya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.
Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.
saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp15 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.
Pembayaran yang fleksibel,
Suku bunga rendah,
Layanan berkualitas,
Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan
Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)
Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)