BAB I
PENDAHULUAN
Pada peradaban awal, didalam
memenuhi kebutuhan hidupnya manusia melakukannya secara mandiri. Untuk
memperoleh makanan mereka berburu dan bercocok tanam. Karena pada masa itu
jenis kebutuhannya masih sangat sederhana, mereka mampu memenuhinya sendiri
tanpa membutuhkan bantuan orang lain. Periode ini dikenal dengan periode
prabarter. Dimana pada masa itu manusia belum mengenal transaksi perdagangan.
Ketika jumlah manusia semakin
bertambah dan peradabannya pun semakin maju, kegiatan dan interaksi antar
sesama manusia pun semakin meningkat tajam. Jumlah dan kebutuhan manusia ikut
menjadi bertambah dan beragam pula. Ketika itulah, masing-masing individu mulai
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Dan disinilah interaksi antar
manusia terjalin. Manusia satu sama lain mulai saling membutuhkan. Sejak saat
itulah, manusia mulai menggunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan
pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Pada periode inilah
manusia mulai mampu melakukan tukar-menukar kebutuhan dengan cara barter. Maka
pada periode itu disebut dengan zaman barter.
Pertukaran barter ini mensyaratkan
adanya keinginan atau kebutuhan yang sama pada waktu yang bersamaan dari
pihak-pihak yang melakukan pertukaran. Namun karena semakin kompleks dan
beragamnya kebutuhan manusia, semakin sulit menciptakan situasi tersebut.
Keadaan demikian tentu akan mempersulit kegiatan antar manusia. Itulah sebabnya
diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian
disebut dengan uang.
Keberadaan uang menjadi alternatif
di dalam melakukan transaksi sehingga menjadi lebih mudah dan efisien dibanding
dengan sistim barter. Terlebih lagi di sistem ekonomi modern. Sangat sulit
sekali menemukan orang yang memiliki kebutuhan atau keinginan yang sama untuk
melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai.
Oleh karena itu, sebagai alat tukar
uang sangat memiliki fungsi dan peranan yang penting di dalam perekonomian.
Uang dapat diibaratkan seperti darah di dalam tubuh manusia. Tanpa uang,
perekonomian tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Secara sederhana,
uang dapat didefinisikan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu
dalam pertukaran. Sementara secara hukum, uang merupakan sesuatu yang
dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu yang dapat
diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu
itu dapat dipergunakan sebagai alat tukar. Namun, ekonomi Islam dengan ekonomi
Konvensional memiliki perbedaan dalam memandang fungsi dan peran uang. Berikut
akan dijelaskan peran dan fungsi uang dalam perspektif konvensional dan
perspektif Islam.
BAB II
ISI
1. Fungsi
dan Peran Uang dalam Konsep Ekonomi Konvensional
Dalam sistem perekonomian manapun,
fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar (medium of exchange). Dari fungsi utama ini, diturunkan
fungsi-fungsi uang yang lain seperti :
-
uang sebagai standard of value (pembakuan
nilai),
-
store of value (penyimpan kekayaan)
-
unit of account (satuan penghitungan), dan
-
standard of deffered payment (pembakuan
pembayaran tangguh)
Namun didalam teori ekonomi
konvensional, fungsi utama uang adalah sebagai berikut :
1.
Sebagai alat tukar ( medium of exchange ),
Sebagai alat, uang digunakan untuk mempermudah pertukaran
2.
Sebagai alat kesatuan hitung ( Unit of account
), untuk menentukan nilai / harga barang yang sejenis, atau sebagai
perbandingan harga antara barang yang satu dengan barang yang lain
3.
Sebagai alat penyimpan / penimbun kekayaan (
Store of Value ) dapat berupa uang atau barang.
Dalam sistem perekonomian kapitalis,
uang tidak hanya menjadi sebagai alat tukar yang sah, melainkan juga sebagai
komoditas. Uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot
maupun secara tangguh. Lebih jauh, dengan cara pandang demikian, maka uang juga
dapat disewakan.
Ketika uang diperlakukan sebagai
suatu komoditas oleh sistem kapitalis, maka berkembanglah apa yang disebut
dengan pasar uang. Kemudian, pasar uang ini berkembang dengan munculnya pasar
derivatif, yang merupakan turunan dari pasar uang. Pasar derivatif ini
menggunakan bunga sebagai harga dari produk-produknya. Transaksi di pasar uang
dan pasar derivatif ini tidak berlandaskan motif transaksi yang riil
sepenuhnya, bahkan sebagian besar diantaranya menggunakan motif spekulasi. Maka
tak heran jika perkembangan di pasar moneter konvensional begitu spektakuler.
Selain itu, teori konvensional
meyakini bahwa uang saat ini, lebih bernilai dibanding uang di masa depan.
Teori ini diangkat dari pemahaman bahwa uang merupakan sesuatu yang sangat
berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Dengan memegang uang
orang dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang akibat inflasi. Sedangkan
jika menyimpan uang dalam bentuk surat-surat berharga, maka pemilik uang akan
mendapatkan bunga yang diperkirakan diatas inflasi yang terjadi.
Teori time value of money ini tampak
tidak akurat. Karena setiap melakukan investasi selalu mempunyai kemungkinan
mendapat hasil positif, negatif, bahkan tidak mendapat apa-apa. Disamping itu,
kondisi ekonomi tidak selalu menghadapi inflasi. Keberadaan deflasi yang
seharusnya menjadi alasan munculnya negative time value of money, malah
diabaikan oleh teori konvensional.
2. Fungsi
dan Peran Uang dalam Perspektif Islam
Di dalam Islam, uang hanya berfungsi
sebagai medium of exchange dan unit of account. Uang bukanlah
komoditas yang bisa diperjualbelikan. Hal yang penting dari karakteristik uang
adalah bahwa uang tidak diperlukan untuk dikonsumsi, tidak diperlukan untuk
dirinya sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga
kebutuhan manusia dapat terpenuhi.
Dalam konsep ekonomi Islam uang
adalah milik masyarakat ( money is goods public ). Barang siapa yang
menimbun dan menumppuk uang , kemudian tidak dibelanjakan, hal itu sama artinya
dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli, yang akibatnya
perekonomian menjadi terhambat. Disamping itu, penumpukan uang juga dapat
menimbulkan sifat-sifat tidak baik, seperti tamak, rakus, dan malas beramal.
Oleh karena itu, Islam sangat melarang penumpukan harta, dan memonopoli
kekayaan.
Disamping itu, uang yang disimpan
yang tidak dimanfaatkan disektor produktif, jumlahnya akan semakin berkurang
karena sebagai umat muslim kita diwajibkan untuk berzakat. Oleh karena itu uang
harus berputar ( money as flow concept ). Islam sangat menganjurkan
bisnis/perdagangan, investasi disektor riil. Hal ini dapat menimbulkan
kemakmuran dan kesehatan ekonomi masyarakat.
Uang
tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri, artinya uang diciptakan untuk
memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran
tersebut. Menurut Imam Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai
warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Maksudnya adalah uang tidak mempunyai
harga, tetapi ia merefleksikan harga semua barang. Jika uang digunakan untuk
membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.
Menurut Ibnu Khaldun, beliau
menjelaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang,
tetapi ditentukan oleh tingkat produksi dan neraca pembayaran yang positif.
Jika suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bukan merupakan
refleksi pesatnya pertumbuhan sector produksi, maka uang yang melimpah tersebut
tidak ada nilainya. Dan jika nilai uang tidak diubah melalui kebijaksanaan
pemerintah, maka kenaikan atau penurunan harga barang semata-mata akan
ditentukan oleh kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand), sehingga
setiap barang akan memiliki harga keseimbangan. Inflasi (kenaikan) harga semua
atau sebagian besar jenis barang tidak akan terjadi karena pasar akan mencari
harga keseimbangan setiap jenis barang, karena jika satu barang harganya naik,
namun karena tidak terjangkau oleh daya beli, maka harga akan turun kembali.
Menurut Umar, suatu barang yang telah berubah fungsinya
menjadi alat tukar (uang) maka fungsi moneternya akan meniadakan fungsinya atau
paling tidak akan mendominasi fungsinya sebagai komoditas biasa.
Pada umunya para ulama dan ilmuwan
sosial Islam menyepakati bahwa uang hanya berfungsi sebagai alat tukar. Deretan
ulama ternama seperti Imam Ghazali, Ibnu Taimiyyah, Al-Maqrizi, Ibnul Qayyim
al-Jauziyyah, Ar-Raghib al-Ashbahani, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Abidin dengan
jelas menandaskan fungsi pokok uang sebagai alat tukar. Bahkan Ibnul Qayyim
mengecam sistem ekonomi yang menjadikan fulus (mata uang logam dari kuningan
atau tembaga) sebagai komoditas biasa yang bisa diperjualbelikan dengan
kelebihan untuk mendapatkan keuntungan. Seharusnya mata uang itu bersifat
tetap, nilainya tidak naik dan tidak turun.
Disisi lain, ada juga sebagian yang
memandang mata uang sebagai suatu komoditas. Mereka ini tidak mewakili
pandangan yang paling kuat dari mazhabnya masing-masing (Basri, 2002). Misalnya
tidak ada riba pada fulus yang diperjualbelikan satu persatu meskipun hal itu
digunakan secara luas karena telah keluar dari illat-nya yaitu takaran dan
timbangan. Demikian pula Syekh Hasyim Al-Ghouti al-Madani dari mazhab Syafi'i,
Syekh Ilisy al-Maliki dari mazhab Maliki dan Syekh Syamsudin Sarakhsi dalam
kitabnya al-Mabsut. Semuanya menyatakan tidak berlaku riba pada fulus meskipun
secara luas dipakai sebagai alat tukar.
Dengan demikian semua mazhab telah
sepakat bahwa memperjualbelikan uang dengan kelebihan termasuk perbuatan riba.
Dari penjelasan tadi jelaslah bahwa pendapat yang menyatakan bahwa uang sebagai medium of exchange yaitu
tidak diperlukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk menjadi perantara dalam
memenuhi kebutuhan manusia yang lain.
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan
diatas dapat kita
ambil kesimpulan bahwa
fungsi dan peran
uang dalam perekonomian
konvensional dan dalam
perspaktif islam itu
berbeda, secara umum uang hanya
dikatakan sebagai alat tukar
tetapi dalam perekonomian
konvensional uang tidak hanya sebagai
alat tukar saja melainkan sebagai komoditas. Sementara itu dalam
perspektif Islam, bahwa
fungsi dan peran
uang ialah sebagai medium of
exchange yaitu tidak
digunakan untuk keperluan
diri sendiri melainkan
untuk menjadi perantara
dalam memenuhi kebutuhan
manusia yang lain dan juga sebagai unit of account (alat satuan hitung).
DAFTAR
PUSTAKA
Huda Nurul dkk, Pengenalan
Eksklusif Ekonomi Islam,Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2012