BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia,
tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis
syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis
syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai
bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa
dan atau bagi
hasil. Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam
pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah (bagi hasil).
Karena nasabah dalam mempergunakan marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang
berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal
kerja, penggunaan metode Mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya,
pegadaian menggunakan metode Fee Based Income (FBI).
Sebagai penerima gadai atau disebut Murtahim, penggadaian akan mendapatkan Surat Bukti
Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam-meminjam yang disebut Akad Gadai
Syariah dan Akad Sewa Tempat (Ijarah). Dalam akad gadai syariah disebutkan bila
jangka waktu akad tidak diperpanjang maka penggadai menyetujui agunan (marhun)
miliknya dijual oleh murtahin guna melunasi pinjaman. Sedangkan Akad Sewa
Tempat (ijarah) merupakan kesepakatan antara penggadai dengan penerima gadai
untuk menyewa tempat untuk penyimpanan dan penerima gadai akan mengenakan jasa
simpan.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan melihat
latar belakang di atas maka yang akan menjadi pokok-poko permasalahan yang akan
dibahas dalamn esai ini adalah:
1.
Apa definisi dari gadai menurut konvensional dan syari’at Islam?
2.
Apa yang menjadi dasar hukum gadai konvensional dan syariah?
3.
Apa yang menjadi tujuan dan manfaat pegadaian?
4. Bagaimana yang menjadi rukun, syarat dan
akad dalam pegadaian
syari’ah?
5. Apa saja yang menjadi
jaminan dalam barang gadai/
6. Bagaimana mekanisme produk
gadai?
7. Asal sumber pendanaan pegadaian?
8. Bagaimana persamaan dan
perbedaan pegadaian konvensional dan pegadaian syari’ah?
1.3 Tujuan Pembahasan
Maksud
dari penulisan makalah yang berjudul “Pegadaian Syariah” adalah untuk memenuhi
persyaratan tugas yang diberikan agar mendapatkan penilaian yang bagus dalam
mata kuliah Lembaga Perekonomian Umat di bidang softskill.
Tujuan
dalam pemilihan judul makalah “ Pegadaian Syariah” untuk menyesuaikan dengan pembagian tema makalah yang telah di
tentukan dalam mata kuliah ini yakni tentang Lembaga Perekonomian Umat. Dan
untuk pembelajaran bagi para mahasiswa yang membutuhkan ilmu pengetahuan dari
makalah ini. Serta tujuan dari pembahasan materi ini adalah untuk
mengetahui dan mengenal pegadaian syariah serta sejauh mana peran dan
sistematika pegadaian syari’ah berperan melayani umat/ masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Gadai Konvensional dan Gadai Syari’ah.
2.1.1 Pengertian Gadai Konvensional
Mengutip pendapat Susilo (1999), pengertian pegadaian adalah suatu hak
yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.
Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang
yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang.
Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang
berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk
melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya
pada saat jatuh tempo.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh
orang yang berpiutang atas suatu benda bergerak yang diberikan oleh orang yang
berpiutang sebagai suatu jaminan dan barang tersebut bisa dijual jika orang
yang berpiutang tidak mampu melunasi utangnya pada saat jatuh tempo.Sedangkan
pengertian Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang
secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa
pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
2.1.2 Pengertian Gadai Syariah
Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahn yang secara bahasa diartikan al-tsubut wa al-dawam (tetap
dan kekal) sebagian Ulama Luhgat
memberi arti al-hab
(tertahan). Sedangkan definisi al-rahn
menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam
pandangan syar’a untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil
seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.
Istilah rahn
menurut Imam Ibnu Mandur diartikan apa-apa yang diberikan sebagai jaminan atas
suatu manfaat barang yang diagunkan. Dari kalangan Ulama Mazhab Maliki
mendefinisikan rahn
sebagai “harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan hutang yang bersifat
mengikat“, ulama Mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan “menjadikan suatu
barang sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai
pembayar hak tersebut, baik seluruhnya maupun sebagiannya“. Ulama Syafii dan
Hambali dalam mengartikan rahn
dalam arti akad yakni menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang
dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar
hutangnya.
Dalam bukunya: Pegadaian
Syariah, Muhammad Sholikul Hadi (2003) mengutip pendapat Imam Abu Zakariya
al-Anshari dalam kitabnya Fathul Wahhab yang mendefenisikan rahn sebagai: “menjadikan benda bersifat harta sebagai
kepercayaan dari suatu utang yang dapat dibayarkan dari (harga) benda itu bila utang
tidak dibayar.” Sedangkan menurut Ahmad Baraja, rahn adalah jaminan bukan
produk dan semata untuk kepentingan sosial, bukan kepentingan bisnis, jual beli
mitra.
Adapun pengertian rahn
menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam kitab
Al-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari
suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup
membayarnya dari yang berpiutang.
Dari ketiga defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa rahn merupakan suatu akad utang
piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan
syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.
2.1.3 Pengertian Gadai Menurut
Undang-Undang
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150, gadai adalah hak
yang diperoleh sesorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.
Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang
yang mempunyai utang atau oleh orang
lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang tersebut memberikan
kekuasaan kepada orang berpiutang untuk
menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila
pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
2.2 Sejarah Berdirinya Pegadaian
Perkembangan
lembaga pegadaian dimulai dari Eropa, yaitu negara-negara Iltalia, Inggris dan
Belanda. Pengenalan usaha pegadaian di Indonesia diawali pada masa awal
masukknya kolonial Belanda, yaitu sekitar akhir abad ke-19, oeh sebuah Bank Van
Lening. Bank tersebut memberikan jasa pinjaman dana dengan syarat penyeraha
barang bergerak, sehingga Bank ini pada hakikatnya telah memberikan jasa
pegadaian. Pada awal abad ke-20 pemerintah Hindia Belanda berusaha mengambil
alih usaha pegadaian dan memonopolinya dengan cara mengeluarkan Staatsblad No.
131 tahun 1901. Peraturan tersebut diikuti dengan pendirian rumah gadai resmi milik pemerintah
dan statusnya diubah menjadi Dinas Pegadaian sejak berlakunya Staatsblad 266
tahun 1960.
Pada masa selanjutnya,
pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan
pegadaian di Indonesia. Dinas Pegadaian mengalaimi beberapa kali bentuk badan
hukum sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Umum (Perum). Pada
tahun 1960 Dinas Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian,
pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian berubah menjadi Perusahan Jawatan
(Perjan) Pegadaian, dan pada tahun 1990 Perusahaan Jawatan Pegadaian berubah
menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian melalui Peratuan Pemerintah No. 10
Tahun 1990 Tanggal 10 April 1990. Pada waktu pegadaian masih berbentuk
Perusahaan Jawatan, misi nasional dari pegadaian merupakan satu-satunya acuan
yang digunakan oleh manajemen dalam mengelola pegadaian.
Pad saat ini pegadaian syari’ah sudah terbentuk sebagai sebuah lembaga.
Faktor pembentukan pegadaian syari’ah selain karena tuntutan idealisme juga
dikarenakn keberhasilan terlembaganya bank dan asuransi syari’ah. Setelah
terbentuknya bank, BMT, BPR dan asuransi syari’ah maka pegadaian syari’ah
mendapat perhatian oleh beberapa praktsi dan akademisi untuk dibentuk dibawah
suatu lembaga sendiri. Keberadaan pegadaian syari’ah atau gadai syari’ah atau rahn lebih dikenal sebagai bagian produk
yang ditawarkan oleh bank syari’ah, dimana bank menawarkan kepada massyarakat
bentuk peminjaman barang guns mendapatkan pembiayaan.
Namun trend dari perkembangan rahn sebgai
produk perbankan srayi’ah belum begitu baik, hal ini disebabkan oleh keberadaan
komponen-komponen, alat untuk menaksir, dan gudang penyimpanan barang jaminan.
Oleh karena itu tidak semua bank mampu memfasilitasi keberadaan rahn ini, tetapi jika keberadaan rahn sangat dibutuhkan dalam sistem
pembiayaan bank, maka bank tersebut memiliki kententuan sendiri mengenai rahn, misalnya dalam hal barang jaminan
ukurannya dibatasi karena alasan kapasitas gudang penyimpanan barang jaminan
terbatas.
Sebap lain menngapa perkembangan pegadaian syari’ah
kurang baik, sebap masyarakat belum begitu mengenal gadai syari’ah (rahn) sebagai suatu lembaga keuanga
mandiri. Namun dilain pihak realitas menunjukkan bahwa ternyata pegadaian—contohnya pegadaian
konvensional—mampu memberikan kontribusi aktif dalam mambantu masyarakat.
Melihat realitas tersebut, keberadaan pegadaian syari’ah tidak bisa
ditunda-tunda lagi sehingga pada tahun 2003 didirikan pegadaian syari’ah.
2.3 Landasan
Hukum Gadai Konvensional dan Gadai Syariah
2.3.1 Landasan Hukum
Gadai Konvensional
Dalam
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 pasal 6, dijelaskan bahwa sifat usaha
pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus
memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sedangkan isi
pasal 7,dijabarkan:(1) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama
golongan menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, dan
jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.(2) Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap,praktek riba dan
pinjaman tidak wajar.
2.3.2 Landasan Hukum Gadai Syariah
Dasar
hukum yang digunakan para ulama untuk membolehkannya rahn yakni bersumber pada
al-Qur’an (2): 283 yang menjelaskan tentang diizinkannya bermuamalah tidak
secara tunai.
Dan Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisiyah binti
Abu Bakar, yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw pernah membeli makanan dari
seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai jaminan.
Berdasarkan dua landasan hukum tersebut ulama bersepakat bahwa rahn merupakan transaksi yang
diperbolehkan dan menurut sebagian besar (jumhur) ulama, ada beberapa rukun bagi akad rahn yang terdiri dari, orang
yang menggadaikan (ar-rahn),
barang-barang yang digadai (marhun),
orang yang menerima gadai (murtahin)
sesuatu yang karenanya diadakan gadai, yakni harga, dan sifat akad rahn. Sedangkan untuk sahnya
akad rahn, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat dalam akad
ini yakni: berakal, baligh, barang yang dijadikan jaminan ada pada saat akad,
serta barang jaminan dipegang oleh orang yang menerima gadai (marhun) atau yang mewakilinya.
Dengan
terpenuhinya syarat-syarat di atas maka akad rahn dapat dilakukan karena kejelasan akan rahin, murtahin dan marhun merupakan keharusan
dalam akad rahn.
Sedangkan mengenai saat diperbolehkan untuk menggunaan akad rahn, al-Qur’an dan al-Sunah serta ijma ulama tidak
menetapkan secara jelas mengenai akad-akad atau transaksi jual beli yang
diizinkan untuk menggunakan akad rahn.
Sebagian kecil
ulama, sebagaimana yang dikemukakan Ibn Rusdy bahwa mazhab Maliki beranggapan
bawa gadai itu dapat dilakukan pada segala macam harga dan pada semua macam
jual beli, kecuali jual beli mata uang, dan pokok modal pada akad salam yang berkaitan dengan
tanggungan, hal ini disebabkan karena pada shaf pada salam
disyaratkan tunai, begitu pula pada harta modal. Sedangkan kelompok Fuqaha Zahiri berpendapat bahwa
akad gadai (rahn)
tidak boleh selain pada salam yakni pada salam dalam gadai, hal ini berdasar
pada ayat yang berkenaan dengan gadai yang terdapat dalam masalah hutang
piutang barang jualan, yang diartikan mereka sebagai salam.
Dari bebrapa pendapat
di atas dapat diartikan bahwa sebagian ulama beranggapan bahwa rahn dapat digunakan pada
transaksi dan akad jual beli yang bermacam-macam, walaupun ada perbedaan ulama
mengenai waktu dan pemanfaatan dari barang yang dijadikan jaminan tersebut.
Sedangkan
benda Rahn yang
digadai, dalam konsep fiqh merupakan amanat yang ada pada murtahin yang harus selalu dijaga dengan sebaik-baiknya,
dan untuk menjaga serta merawat agar benda (barang) gadai tersebut tetap baik,
kiranya diperlukan biaya, yang tentunya dibebankan kepada orang yang menggadai
atau dengan cara memanfaatkan barang gadai tersebut. Dalam hal pemanfaatan
barang gadai, beberapa ulama berbeda pendapat karena masalah ini sangat
berkaitan erat dengan hakikat barang gadai, yang hanya berfungsi sebagai
jaminan utang pihak yang menggadai.
2.4 Tujuan dan Manfaat Pegadaian
Sifat
usaha pegadaian pada prinsinya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan
masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan yang baik. Oleh karna itu, Perum Pegadaian bertujuan sebagai
berikut:
Ø Turut melaksanakan dan menunjan gpelaksaan
kebijaakan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional
pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum
gadai.
Ø Pencegah praktik ijon, pegadaian gelap, dan
pinjaman tidak wajar lainnya.
Ø Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai
syari’ah memiliki efek jaringan pengaman sosial kerena masyarakat yang butuh
dana mendesak tidak lagi dijerat pinjamam/pembiayaan berbasis bunga.
Ø Membantu orang-orang yang membutuh kan
pinjaman dengan syarat mudah.
Adapaun manfaat
pegaadaian, antara lain:
Ø Bagi nasabah; tersedianya dana dengan
prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat
dibandingkan dengan pembiayaan/kredit perbankan. Disamping itu, nasabah juga
mendapat manfaat penaksiran nilai suatu barang bergerak secara profesional.
Mendapat fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya.
Ø Bagi perusahaan pegadaian;
1.
Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh
peminjam dana.
2.
Pengahasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah
memperoleh jasa tertentu. Bagi bank syari’ah yang mengeluarkan produk gadai
syari’ah dapat mendapat keuntungan dari pembebanan biaya administrasi dan biaya
swa tempatpenyimpanan emas.
3.
Pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai BUMN yang bergerak dibidan
pembiayaan harus berupa peberian bantuan
kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relatif
sederhana.
4.
Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1990, laba yang di peroleh digunakan untuk:
a.
Dana pembangunan semesta (55%)
b.
Cadanga umum (20%)
c.
Cadangan tujuan (5 %)
d.
Dana soial (20%)
2.5 Rukun Gadai Syariah
Dalam
menjalankan pegadaian syari’ah, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syari’ah.
Rukun gadai tersebut antara lain:
Ø Ar-Rahim (yang menggadaikan)
Orang yang telah
dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan.
Ø Al-Murtahin (yang menerima gadai)
Orang, bank, atau
lembaga yang di percaya oleh rahin
untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai)
Ø Al-Marhun / rahn (barang yang digadaikan)
Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam
mendapatkan uang.
Ø Al-Marhun bih (utang)
Sejumlah dana yang
diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran marhun.
Ø Sighat, ijab dan qabul
Kesepakatan antara rahin dan
murtahini dalam melakukan transaksi gadai.
2.6 Syarat Gadai Syari’ah
·
Rahin dan Murtahin
Pihak-pihak yang
melakukan perjanjian rahn, yakni rahin dan murtahin harus mengikuti syarat-syarat berikut kemampuan, yaitu
berakal sehat. Kemampuan juga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan
transaksi pemilikan.
·
Sighat
a.
Sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan suatu
waktu dimasa depan.
b.
Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian utang seperti halnya
akad juabeli. Maka tidak boleh diikat
dengan syarat tertentu denga suatu waktu di masa depan.
·
Marhun bih (utang)
a.
Harus merupakan hak yang wajib di berikan / diserahkan kepada
pemiliknya.
b.
Memungkinkan pemanfaatan. Bila sesuatu terjadi utang tidak bisa
dimanfaatkan, maka tidak sah
c.
Harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya. Bila tidaka dapat
diukur atau tidak dikualifikasikan rahni itu
tidak sah.
·
Marhun (barang)
Secara umum barang
gadai harus memenuhi bebearapa syarat, antara lain:
a.
Harus diperjualbelikan
b.
Harus berupa harta yang bernilai
c.
Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syar’iah.
d.
Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah untuk
digadaikan harus berupa barang yang diterima secar langsung
e.
Harus dimiliki oleh rahin (peminjam
atau pegadai) setidaknya harus seizin pemiliknya.
2.7 Akad Perjanjian
Gadai
Ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa pegadaian bisa sah bila memenuhi tiga syarat:
1.
Harus berupa barang, karena uang tidak bisa digadaiakn
2.
Penetapan kepemilikan pegadaian atas barang yang digunakan tidak
tehalang.
3.
Barang yang digadaikan bisa di jual manakala sudah masa pelunasan utang
gadai.
Berdasarka
tiga syarat di atas, maka dapat diambil alternatif dalam mekanisme perjanjian
gadai, yaitu dengan menggunakan tiga akad perjanjian. Ketiga akad perjanjian
tersebut adalah:
1.
Akad Al-Qardul Hasan
Akad ini dilakukan pada kasuss nasabah yang
menggadaikan barangnya unuk keperluan konsumtif. Dengan demkian nasabah (rahin)
akan memberikan biaya upah atau fee
kepada pegadaian (martuhin) yng telah menjaga atau merawat barang gadaian
(marhum).
2.
Akad Al-Mudharabah
Akad dilakukan untuk nasabah yang
menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi dan
modal kerja). Dengan demikian , rahin akan
memberikan bagi hasil (berdasarkan keuntungan) kepada martahin sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang dipinjam
terlunasi.
3.
Akad Bai’ Al-Muqayadah
Untuk sementara akad ini dapat dilakukan
jika rahin yang menginginkan
menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif, artinya dalam mengadaikan, rahin tersebut menginginkan modal kerja
berupa pembeli barang. Sedangkan barang jaminan yang dapat dijaminkan untuk
akad ini adalah barang-barang yang dapat dimanfaatkanatau tidak dimanfaatkan
oleh rahin atau murtahin. Dengan demikian, murtahin akan membelikan barang yang
sesuai dengan keinginan rahin atau rahin akan memberikan mark-up kepada
murtahin sesuai dengan kesepakatan pada saat berlangsung sampai batas waktu
yang tealah ditentukan.
2.8 Barang Jaminan
Jenis barang yang adpat diterima sebagai barang jaminan pada
prinsipnya adalah barang bergerak, antara lain:
·
Barang-barang perhiasan: yaitu semua perhiasan yang dibuat dari emas,
perhiasan perak, platin, baik yan berhiaskan intan, mutiara.
·
Barang-barang elektronik: laptop, TV, kulkas, radio, tape recorder,
vcd/dvd, radio kaset.
·
Kendaraan: sepeda, sepeda motor, mobil
·
Barang-barang rumah tangga
·
Mesin: mesin jahit, mesin motor kapal.
·
Tekstil
·
Barang-barang lain yang dianggapbernilai seperti surat-surat berharga
baik dalam bentuk saham, obligasi, maupun surat-surat berharga lainnya.
2.9 Mekanisme Produk
Gadai Syariah
2.9.1 Produk Gadai ( Ar-Rahn)
Untuk mengajukan permohonan permintaan gadai, calon
nasabah harus terlebihdahulu memenuhi ketentuan berikut:
1. membawa fotokopi KTP
atau identitas lainnya (SIM, Paspor, dan lain-lain)
2. mengisi formulir
permintaa rahn
3. menyerahkan barang
jaminan (marhun) bergerak, seperti: perhiasan emas, berlian, kendaraan bermotor,
barang-barang elektronik.
Selnjutnya,
prosedur pemberian jaminan (marhun bih) dilakukan melalui tahapan berikut:
1. nasabah mengisi formulir
permintaan rahn
2. nasabah menyerahkan formulir
permintaan rahn yang dilampiri dengan fotokopi; identitas serta barang jaminan
ke loket
3. petugas pegadaian menaksir
(marhun) anggunan yang diserahkan.
4. besarnya pinjaman/ marhun bih
adalah sebesar 90% dari taksiran marhun
5. apabila disepakati besaranya
pinjaman, nasabah menandatangani akad dan menerim auang pinjaman.
2.9.2 Produk ARRUM
Arrum merupakan
singkatan dari Ar-Rahn untuk Usaha Mikro Kecil yang merupakan pembiayaan bagi
para pengusaha mikro kecil, untuk pengembangan usaha dengan berprinsip
syari’ah.
Produk ini memiliki beberapa
keunggulan, yaitu:
1. persayaratan yang mudah,
proses yang cepat (± 3
hari), serta biaya-biaya yang kompetitif dan relatif murah.
2. jangka waktu pembiayaan yang
fleksibel, mulai dari 12 bulan, 18 bulan, 24 bulan, hingga 36 bulan.
3. jaminan berupa BPKB kendaraan
bermotor ( mobil ataupun motor) sehingga
fisik kendaraan tetap berada di tangan nasabah untuk kebutuhan oprasional
usaha.
4. Nilai pembiayaan dapat
mencapai hingga 70% dari nilai taksiran anggunan
5. pelunasan di lakukan secar
angsuran tiap bulan dengan jumlah tetap
6. didukung oleh staf yang
berpengalaman serta ramah dan santun dalam memberikan pelayanan.
Untuk
memperoleh pembiayaan dari ARRUM ini, calon nasabah harus memenuhi beberapa
persyaratan:
1. calon nasabah merupakan
pengusaha Mikro Kecil dimana usahanya telah berjalam minimal 1 tahun
2. memiliki kendaraan bermotor
(mobil/motor) sebagai anggunan pembiayaaan.
3. calon nasabah harus
melampirkan:
a.
fotokopi KTP dan Kartu Keluaraga
b.
fotokopi KTP suami/istri
c.
fotokopi surat nikah
d.
fotokopi dokumen usaha yang sah ( bagi pengusaha informasl cukup menyerahkan
surat keterangan usaha dari keluarahan atau dians terkait)
e.
asli BPKB kendaraan bermotor
f.
fotokopi rekening koran/ tabungan jika ada
g.
fotokopi pembiayaan listrik dan telepon
h.
fotokopi pembayaran PBB; dan
i. fotokopi laporan keuangan
usaha
4. memenuhi kriteria kelayakan
usaha
Apabila
persyaratan di atas telah terpenuhi, maka proses memperoleh pembiayaan ARRUM
selanjutnya dapat dilakukan dengan:
1. mengisi formulir aplikasi
pembiayaan ARRUM
2. melampirkan dokumen-dokumen
usaha, anggunan, serta dokumen pendukung lainnya yang terkait
3. petugas pegadaian memeriksa
keabsahan dokumen-dokumen yang terlampir
4. petugas pegadaian melakukan
survei analisis kelayakan usaha serta menaksir anggunan
5. penandatanganan akad embiayaan
6. pencairan pembiayaan.
2.9.3 Produk Gadai Emas di Bank Syari’ah
Gadai emas
merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas sebgai salah satu
alternatif memperoleh pembiayaan secara capat. Pinjaman gadai emas merupakan
fasilitas pinjaman tanpa imbalan dengan jaminan emas dengan kewajiban pinjaman
secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Jamianan emas yang
diberikan disimpan dalam enguasaan atau pemeliharaan bank atas dasar
penyimpanan dalam melakukan tersebut nasabah diwajibkan membayar biaya sewa.
Bank sya’riah dalma melaksanakan produk ini harus memerhatikan unsur-unsur
kepercayaan, kesepakatan, jangka waktu, dan risiko.
Bagi calon
nasabah yang ingin mengajukan permohonan dapat mendatangi bank-bank syari’ah
yang menyediakan fasilitas pembiayaan gadai emas dengan memenuhi persyaratan:
1. identitas
diri KTP/SIM yang masih berlaku
2. perorangan
WNI
3. cakap
secara hukum
4. mempunyai
rekening giro atau tabungan di bank syari’ah tersebut. \
5. menyampaikan
NPWP (untuk pembiayaan tertentu sesuai dengan aturan yang berlaku)
6. adanya
barang jaminan berupa emas. Bentuk dapat emas batangan, emas perhiasan atau
emas koin dengan kemurnian minimal 18 karat atau kadar emas 75%. Sedangkan
jenisnya adalah emas merah dan kuning.
7.
memberikanketerangan yang di perlukan dengan benar mengenai alamat, data
penghasilan dan atau lainnya.
Selanjutnya
pihak bank syari’ah akan melakukan analisis pinjaman yang meliputi pemeriksaan
kelengkapan dan kebanaran syarat-syarat calon pemohon pinjaman, menaksir dan
menganalisis data keasliandan karatase jaminan emas. Apabila menurut analisis
data pemohon layak maka bank akan menerbitkan realisasi pinjaman (qardh) dengan gadai emas yang kemudian
dapat dicairkan setelah akad pinjaman (qardh)
sesuai dengan ketentuan bank.
2.10 Sumber Pendanaan
Pegadaiaan
sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung
dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya giro, deposito dan tabungan.
Untuk memenuhi kebutuhan dananya, Perum Pegadaian memiliki sumber-sember dana
sebagai berikut:
1.
modal sendiri
2. penyertaan
modal pemerintah
3. pinjaman jangka
pendek dari perbankan
4. pinjaman jangka panjang yang
berasal dari Keredit Lunak Bank Indonesia.
5. dari masyarakat melalui penerbitan obligasi.
Aspek syari’ah tidak hanya menyentuh
bgian oprasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus
diperoleh dari sumber yang benar-benarterbatas dari unsur riba. Dalam hal ini,
seluruh kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, murni berasal dari modal sendiri
ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat di pertanggung jawabkan.
Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke
depan Pegadaian juga akan melakukan kerja sama dengan lembaga kuangan syari’ah
lain untuk mem-back up modal kerja.
2.11
Persamaan dan Perbedaan.
Perbedaan antara gadai syari’ah dengan gadai
konvensional dapat di buat dalam sebuah tabel berikut:
Tabel perbedaan dan persamaan gadai
syari’ah dan konvensional.
persamaan
|
perbedaan
|
hak gadai atas pinjaman uang
|
rahn
dalam hukum islam dilakukan secra suka rela atas dasar tolong menolong tanpa
mencari keuntungan sedangkan gadai menurut hukum perdata di samping
berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga
atau sewa modal.
|
adanya anggunan sebagai jaminan utang
|
dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada
benda yang bergerak pada yang bergerak sedangkan dalam hukum islam, rahn berlaku pada seluruh benda, baik
harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
|
tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadai
|
dalam rahn tidak ada istilah bunga
|
biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para
pemberi gadai
|
gadai menurut hukum perdata dilaksanakan melalui
seuatu lembaga yang di indonesia disebut Perum Pegadaian, rahn menurut hukum islam dapat
dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.
|
apabila batas waktu pinjaman uang habis barang
yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.
|
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik kesimpulan yakni:
1. Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan
kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan
dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang llainnya,
dengan pengecualian biaya untuk melelang barang ersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya
setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
2. pegadaian syari’ah adalah
pegadaian yang dalam menjalankan oprasionalnya berpegang kepada prinsip
syari’ah.
3. jenis barang yang dapat diterima
sebagai barang jaminan pada prinsipnya adalah barang bergerak.
4. Produk dan jasa pegadaian
syari’ah antara lain: Gadai Syariah (rahn), ARRUM dan produk gadai emas pada
bank syari’ah.
5. Serta dalam oprasionalnya sumber
dana pegadaian syari’ah dapat berasal dari; modal sendiri, penyertaan modal
pemerintah, pinjaman jangka pendek dari perbankan, pinjaman jangka panjang yang
berasal dari kredit Lunak Bank Indonesia dan dari masyarakat melalui penerbitan
obligasi.
DAFTAR PUSTAKA
Soemitra, Andri. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,
Jakarta: Kencana Prenada Group.
Sudarsono, Heri. 2007. Bank & Lembaga Keuangan Syariah
Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisa.
R. Latumaerisa, Julius. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta:
Salemba Empat
Triandaru, Totok Budisantoso, Sigit.
2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lain.
Jakarta: Salemba Empat.
Hadi, Muhammad Sholikul. 2003. Pegadaian Syariah. ____:____
____.
2011. Konsep Gadai Syari’ah (ar-Rahn)
Dalam Perspektif Ekonomi Islam dan Fiqh Muamalah. http://mujahidinimeis.wordpress.com/2011/01/24/konsep-gadai-syariah-ar-rahn-dalam-perspektif-ekonomi-islam-dan-fiqh-muamalah/. Tanggal akses 21 November
2014.
Eko marwanto. 2011. Penerapan Teori Aplikasi Pegadaian Syariah Produk Ar-Rahn Pada Perum
Pegadaian di Indonesia. http://www.ekomarwanto.com/2011/11/penerapan-teori-dan-aplikasi-pegadaian.html.
Tanggal akses 21 November 2014.
izin copas .
BalasHapusmaksih iyah informasinya