Senin, 11 Mei 2015

Pegadaian Syariah



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi hasil. Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah (bagi hasil). Karena nasabah dalam mempergunakan marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja, penggunaan metode Mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian menggunakan metode Fee Based Income (FBI).
Sebagai penerima gadai atau disebut Murtahim, penggadaian akan mendapatkan Surat Bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam-meminjam yang disebut Akad Gadai Syariah dan Akad Sewa Tempat (Ijarah). Dalam akad gadai syariah disebutkan bila jangka waktu akad tidak diperpanjang maka penggadai menyetujui agunan (marhun) miliknya dijual oleh murtahin guna melunasi pinjaman. Sedangkan Akad Sewa Tempat (ijarah) merupakan kesepakatan antara penggadai dengan penerima gadai untuk menyewa tempat untuk penyimpanan dan penerima gadai akan mengenakan jasa simpan.
1.2  Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas maka yang akan menjadi pokok-poko permasalahan yang akan dibahas dalamn esai ini adalah:
1.      Apa definisi dari gadai menurut konvensional dan syari’at Islam?
2.      Apa yang menjadi dasar hukum gadai konvensional dan syariah?
3.      Apa yang menjadi tujuan dan manfaat pegadaian?
4.      Bagaimana yang menjadi rukun, syarat dan akad dalam pegadaian syari’ah?
5.      Apa saja yang menjadi jaminan dalam barang gadai/
6.      Bagaimana mekanisme produk gadai?
7.      Asal sumber pendanaan pegadaian?
8.      Bagaimana persamaan dan perbedaan pegadaian konvensional dan pegadaian syari’ah?
1.3  Tujuan Pembahasan
Maksud dari penulisan makalah yang berjudul “Pegadaian Syariah” adalah untuk memenuhi persyaratan tugas yang diberikan agar mendapatkan penilaian yang bagus dalam mata kuliah Lembaga Perekonomian Umat di bidang softskill.
Tujuan dalam pemilihan judul makalah “ Pegadaian Syariah” untuk menyesuaikan  dengan pembagian tema makalah yang telah di tentukan dalam mata kuliah ini yakni tentang Lembaga Perekonomian Umat. Dan untuk pembelajaran bagi para mahasiswa yang membutuhkan ilmu pengetahuan dari makalah ini. Serta tujuan dari pembahasan materi ini adalah untuk mengetahui dan mengenal pegadaian syariah serta sejauh mana peran dan sistematika pegadaian syari’ah berperan melayani umat/ masyarakat.





BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Gadai Konvensional dan Gadai Syari’ah.
            2.1.1 Pengertian Gadai Konvensional
Mengutip pendapat Susilo (1999), pengertian pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang atas suatu benda bergerak yang diberikan oleh orang yang berpiutang sebagai suatu jaminan dan barang tersebut bisa dijual jika orang yang berpiutang tidak mampu melunasi utangnya pada saat jatuh tempo.Sedangkan pengertian Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
            2.1.2  Pengertian Gadai Syariah
Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahn yang secara bahasa diartikan al-tsubut wa al-dawam (tetap dan kekal) sebagian Ulama Luhgat memberi arti al-hab (tertahan). Sedangkan definisi al-rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syar’a untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.
Istilah rahn menurut Imam Ibnu Mandur diartikan apa-apa yang diberikan sebagai jaminan atas suatu manfaat barang yang diagunkan. Dari kalangan Ulama Mazhab Maliki mendefinisikan rahn sebagai “harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan hutang yang bersifat mengikat“, ulama Mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan “menjadikan suatu barang sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak tersebut, baik seluruhnya maupun sebagiannya“. Ulama Syafii dan Hambali dalam mengartikan rahn dalam arti akad yakni menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar hutangnya.
Dalam bukunya: Pegadaian Syariah, Muhammad Sholikul Hadi (2003) mengutip pendapat Imam Abu Zakariya al-Anshari dalam kitabnya Fathul Wahhab yang mendefenisikan rahn sebagai: “menjadikan benda bersifat harta sebagai kepercayaan dari suatu utang yang dapat dibayarkan dari (harga) benda itu bila utang tidak dibayar.” Sedangkan menurut Ahmad Baraja, rahn adalah jaminan bukan produk dan semata untuk kepentingan sosial, bukan kepentingan bisnis, jual beli mitra.
Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam kitab Al-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari yang berpiutang.
Dari ketiga defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.

2.1.3 Pengertian Gadai Menurut Undang-Undang
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150, gadai adalah hak yang diperoleh sesorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai  utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.

2.2 Sejarah Berdirinya Pegadaian
            Perkembangan lembaga pegadaian dimulai dari Eropa, yaitu negara-negara Iltalia, Inggris dan Belanda. Pengenalan usaha pegadaian di Indonesia diawali pada masa awal masukknya kolonial Belanda, yaitu sekitar akhir abad ke-19, oeh sebuah Bank Van Lening. Bank tersebut memberikan jasa pinjaman dana dengan syarat penyeraha barang bergerak, sehingga Bank ini pada hakikatnya telah memberikan jasa pegadaian. Pada awal abad ke-20 pemerintah Hindia Belanda berusaha mengambil alih usaha pegadaian dan memonopolinya dengan cara mengeluarkan Staatsblad No. 131 tahun 1901. Peraturan tersebut diikuti dengan  pendirian rumah gadai resmi milik pemerintah dan statusnya diubah menjadi Dinas Pegadaian sejak berlakunya Staatsblad 266 tahun 1960.
            Pada masa selanjutnya, pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan pegadaian di Indonesia. Dinas Pegadaian mengalaimi beberapa kali bentuk badan hukum sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Umum (Perum). Pada tahun 1960 Dinas Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian, pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian berubah menjadi Perusahan Jawatan (Perjan) Pegadaian, dan pada tahun 1990 Perusahaan Jawatan Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian melalui Peratuan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 Tanggal 10 April 1990. Pada waktu pegadaian masih berbentuk Perusahaan Jawatan, misi nasional dari pegadaian merupakan satu-satunya acuan yang digunakan oleh manajemen dalam mengelola pegadaian.
Pad saat ini pegadaian syari’ah sudah terbentuk sebagai sebuah lembaga. Faktor pembentukan pegadaian syari’ah selain karena tuntutan idealisme juga dikarenakn keberhasilan terlembaganya bank dan asuransi syari’ah. Setelah terbentuknya bank, BMT, BPR dan asuransi syari’ah maka pegadaian syari’ah mendapat perhatian oleh beberapa praktsi dan akademisi untuk dibentuk dibawah suatu lembaga sendiri. Keberadaan pegadaian syari’ah atau gadai syari’ah atau rahn lebih dikenal sebagai bagian produk yang ditawarkan oleh bank syari’ah, dimana bank menawarkan kepada massyarakat bentuk peminjaman barang guns mendapatkan pembiayaan.
Namun trend dari perkembangan rahn sebgai produk perbankan srayi’ah belum begitu baik, hal ini disebabkan oleh keberadaan komponen-komponen, alat untuk menaksir, dan gudang penyimpanan barang jaminan. Oleh karena itu tidak semua bank mampu memfasilitasi keberadaan rahn ini, tetapi jika keberadaan rahn sangat dibutuhkan dalam sistem pembiayaan bank, maka bank tersebut memiliki kententuan sendiri mengenai rahn, misalnya dalam hal barang jaminan ukurannya dibatasi karena alasan kapasitas gudang penyimpanan barang jaminan terbatas.
Sebap lain menngapa perkembangan pegadaian syari’ah kurang baik, sebap masyarakat belum begitu mengenal gadai syari’ah (rahn) sebagai suatu lembaga keuanga mandiri. Namun dilain pihak realitas menunjukkan bahwa ternyata pegadaian—contohnya pegadaian konvensional—mampu memberikan kontribusi aktif dalam mambantu masyarakat. Melihat realitas tersebut, keberadaan pegadaian syari’ah tidak bisa ditunda-tunda lagi sehingga pada tahun 2003 didirikan pegadaian syari’ah.

2.3 Landasan Hukum Gadai Konvensional dan Gadai Syariah
            2.3.1 Landasan Hukum Gadai Konvensional
            Dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 pasal 6, dijelaskan bahwa sifat usaha pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sedangkan isi pasal 7,dijabarkan:(1) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.(2) Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap,praktek riba dan pinjaman tidak wajar.
            2.3.2 Landasan Hukum Gadai Syariah
            Dasar hukum yang digunakan para ulama untuk membolehkannya rahn yakni bersumber pada al-Qur’an (2): 283 yang menjelaskan tentang diizinkannya bermuamalah tidak secara tunai.
Dan Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisiyah binti Abu Bakar, yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai jaminan.
Berdasarkan dua landasan hukum tersebut ulama bersepakat bahwa rahn merupakan transaksi yang diperbolehkan dan menurut sebagian besar (jumhur) ulama, ada beberapa rukun bagi akad rahn yang terdiri dari, orang yang menggadaikan (ar-rahn), barang-barang yang digadai (marhun), orang yang menerima gadai (murtahin) sesuatu yang karenanya diadakan gadai, yakni harga, dan sifat akad rahn. Sedangkan untuk sahnya akad rahn, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat dalam akad ini yakni: berakal, baligh, barang yang dijadikan jaminan ada pada saat akad, serta barang jaminan dipegang oleh orang yang menerima gadai (marhun) atau yang mewakilinya.
Dengan terpenuhinya syarat-syarat di atas maka akad rahn dapat dilakukan karena kejelasan akan rahin, murtahin dan marhun merupakan keharusan dalam akad rahn.  Sedangkan mengenai saat diperbolehkan untuk menggunaan akad rahn, al-Qur’an dan al-Sunah serta ijma ulama tidak menetapkan secara jelas mengenai akad-akad atau transaksi jual beli yang diizinkan untuk menggunakan akad rahn.
Sebagian kecil ulama, sebagaimana yang dikemukakan Ibn Rusdy bahwa mazhab Maliki beranggapan bawa gadai itu dapat dilakukan pada segala macam harga dan pada semua macam jual beli, kecuali jual beli mata uang, dan pokok modal pada akad salam yang berkaitan dengan tanggungan, hal ini disebabkan karena pada shaf pada salam disyaratkan tunai, begitu pula pada harta modal. Sedangkan kelompok Fuqaha Zahiri berpendapat bahwa akad gadai (rahn) tidak boleh selain pada salam yakni pada salam dalam gadai, hal ini berdasar pada ayat yang berkenaan dengan gadai yang terdapat dalam masalah hutang piutang barang jualan, yang diartikan mereka sebagai salam.
Dari bebrapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa sebagian ulama beranggapan bahwa rahn dapat digunakan pada transaksi dan akad jual beli yang bermacam-macam, walaupun ada perbedaan ulama mengenai waktu dan pemanfaatan dari barang yang dijadikan jaminan tersebut.
Sedangkan benda Rahn yang digadai, dalam konsep fiqh merupakan amanat yang ada pada murtahin yang harus selalu dijaga dengan sebaik-baiknya, dan untuk menjaga serta merawat agar benda (barang) gadai tersebut tetap baik, kiranya diperlukan biaya, yang tentunya dibebankan kepada orang yang menggadai atau dengan cara memanfaatkan barang gadai tersebut. Dalam hal pemanfaatan barang gadai, beberapa ulama berbeda pendapat karena masalah ini sangat berkaitan erat dengan hakikat barang gadai, yang hanya berfungsi sebagai jaminan utang pihak yang menggadai.

2.4 Tujuan dan Manfaat Pegadaian
            Sifat usaha pegadaian pada prinsinya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karna itu, Perum Pegadaian bertujuan sebagai berikut:

Ø  Turut melaksanakan dan menunjan gpelaksaan kebijaakan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum gadai.

Ø  Pencegah praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.

Ø  Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syari’ah memiliki efek jaringan pengaman sosial kerena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat pinjamam/pembiayaan berbasis bunga.

Ø  Membantu orang-orang yang membutuh kan pinjaman dengan syarat mudah.

Adapaun manfaat pegaadaian, antara lain:

Ø  Bagi nasabah; tersedianya dana dengan prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit perbankan. Disamping itu, nasabah juga mendapat manfaat penaksiran nilai suatu barang bergerak secara profesional. Mendapat fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya.

Ø  Bagi perusahaan pegadaian;

1.      Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana.

2.      Pengahasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu. Bagi bank syari’ah yang mengeluarkan produk gadai syari’ah dapat mendapat keuntungan dari pembebanan biaya administrasi dan biaya swa tempatpenyimpanan emas.

3.      Pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai BUMN yang bergerak dibidan pembiayaan harus berupa peberian bantuan  kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relatif sederhana.

4.      Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1990, laba yang di peroleh digunakan untuk:

a.       Dana pembangunan semesta (55%)

b.      Cadanga umum (20%)

c.       Cadangan tujuan (5 %)

d.      Dana soial (20%)



2.5 Rukun Gadai Syariah

            Dalam menjalankan pegadaian syari’ah, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syari’ah. Rukun gadai tersebut antara lain:

Ø  Ar-Rahim (yang menggadaikan)

Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan.

Ø  Al-Murtahin (yang menerima gadai)

Orang, bank, atau lembaga yang di percaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai)

Ø  Al-Marhun / rahn (barang yang digadaikan)

Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan uang.

Ø  Al-Marhun bih (utang)

Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran marhun.

Ø  Sighat, ijab dan qabul

Kesepakatan antara  rahin dan  murtahini dalam melakukan transaksi gadai.



2.6 Syarat Gadai Syari’ah

·         Rahin dan Murtahin

Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yakni rahin dan murtahin harus mengikuti syarat-syarat berikut kemampuan, yaitu berakal sehat. Kemampuan juga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi pemilikan.

·         Sighat

a.       Sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan suatu waktu dimasa depan.

b.      Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian utang seperti halnya akad juabeli. Maka tidak boleh diikat dengan syarat tertentu denga suatu waktu di masa depan.

·         Marhun bih (utang)

a.       Harus merupakan hak yang wajib di berikan / diserahkan kepada pemiliknya.

b.      Memungkinkan pemanfaatan. Bila sesuatu terjadi utang tidak bisa dimanfaatkan, maka tidak sah

c.       Harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya. Bila tidaka dapat diukur atau tidak dikualifikasikan rahni itu tidak sah.

·         Marhun (barang)

Secara umum barang gadai harus memenuhi bebearapa syarat, antara lain:

a.       Harus diperjualbelikan

b.      Harus berupa harta yang bernilai

c.       Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syar’iah.

d.      Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah untuk digadaikan harus berupa barang yang diterima secar langsung

e.       Harus dimiliki oleh rahin (peminjam atau pegadai) setidaknya harus seizin pemiliknya.



2.7 Akad Perjanjian Gadai

Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa pegadaian bisa sah bila memenuhi tiga syarat:

1.      Harus berupa barang, karena uang tidak bisa digadaiakn

2.      Penetapan kepemilikan pegadaian atas barang yang digunakan tidak tehalang.

3.      Barang yang digadaikan bisa di jual manakala sudah masa pelunasan utang gadai.

Berdasarka tiga syarat di atas, maka dapat diambil alternatif dalam mekanisme perjanjian gadai, yaitu dengan menggunakan tiga akad perjanjian. Ketiga akad perjanjian tersebut adalah:

1.      Akad Al-Qardul Hasan

Akad ini dilakukan pada kasuss nasabah yang menggadaikan barangnya unuk keperluan konsumtif. Dengan demkian nasabah (rahin) akan memberikan biaya upah atau fee kepada pegadaian (martuhin) yng telah menjaga atau merawat barang gadaian (marhum).

2.      Akad Al-Mudharabah

Akad dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi dan modal kerja). Dengan demikian , rahin akan memberikan bagi hasil (berdasarkan keuntungan) kepada martahin sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang dipinjam terlunasi.

3.      Akad Bai’ Al-Muqayadah

Untuk sementara akad ini dapat dilakukan jika rahin yang menginginkan menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif, artinya dalam mengadaikan, rahin tersebut menginginkan modal kerja berupa pembeli barang. Sedangkan barang jaminan yang dapat dijaminkan untuk akad ini adalah barang-barang yang dapat dimanfaatkanatau tidak dimanfaatkan oleh rahin atau murtahin. Dengan demikian, murtahin akan membelikan barang yang sesuai dengan keinginan rahin atau rahin akan memberikan mark-up kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan pada saat berlangsung sampai batas waktu yang tealah ditentukan.



2.8 Barang Jaminan

            Jenis barang yang adpat diterima sebagai barang jaminan pada prinsipnya adalah barang bergerak, antara lain:

·         Barang-barang perhiasan: yaitu semua perhiasan yang dibuat dari emas, perhiasan perak, platin, baik yan berhiaskan intan, mutiara.

·         Barang-barang elektronik: laptop, TV, kulkas, radio, tape recorder, vcd/dvd, radio kaset.

·         Kendaraan: sepeda, sepeda motor, mobil

·         Barang-barang rumah tangga

·         Mesin: mesin jahit, mesin motor kapal.

·         Tekstil

·         Barang-barang lain yang dianggapbernilai seperti surat-surat berharga baik dalam bentuk saham, obligasi, maupun surat-surat berharga lainnya.



2.9 Mekanisme Produk Gadai Syariah

            2.9.1 Produk Gadai ( Ar-Rahn)

            Untuk mengajukan permohonan permintaan gadai, calon nasabah harus terlebihdahulu memenuhi ketentuan berikut:

1. membawa fotokopi KTP atau identitas lainnya (SIM, Paspor, dan lain-lain)

2. mengisi formulir permintaa rahn

3. menyerahkan barang jaminan (marhun) bergerak, seperti: perhiasan emas, berlian, kendaraan bermotor, barang-barang elektronik.

Selnjutnya, prosedur pemberian jaminan (marhun bih) dilakukan melalui tahapan berikut:
1. nasabah mengisi formulir permintaan rahn
2. nasabah menyerahkan formulir permintaan rahn yang dilampiri dengan fotokopi; identitas serta barang jaminan ke loket
3. petugas pegadaian menaksir (marhun) anggunan yang diserahkan.
4. besarnya pinjaman/ marhun bih adalah sebesar 90% dari taksiran marhun
5. apabila disepakati besaranya pinjaman, nasabah menandatangani akad dan menerim auang pinjaman.

2.9.2 Produk ARRUM
Arrum merupakan singkatan dari Ar-Rahn untuk Usaha Mikro Kecil yang merupakan pembiayaan bagi para pengusaha mikro kecil, untuk pengembangan usaha dengan berprinsip syari’ah.
Produk ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
1. persayaratan yang mudah, proses yang cepat (± 3 hari), serta biaya-biaya yang kompetitif dan relatif murah.
2. jangka waktu pembiayaan yang fleksibel, mulai dari 12 bulan, 18 bulan, 24 bulan, hingga 36 bulan.
3. jaminan berupa BPKB kendaraan bermotor ( mobil ataupun  motor) sehingga fisik kendaraan tetap berada di tangan nasabah untuk kebutuhan oprasional usaha.
4. Nilai pembiayaan dapat mencapai hingga 70% dari nilai taksiran anggunan
5. pelunasan di lakukan secar angsuran tiap bulan dengan jumlah tetap
6. didukung oleh staf yang berpengalaman serta ramah dan santun dalam memberikan pelayanan.
Untuk memperoleh pembiayaan dari ARRUM ini, calon nasabah harus memenuhi beberapa persyaratan:
1. calon nasabah merupakan pengusaha Mikro Kecil dimana usahanya telah berjalam minimal 1 tahun
2. memiliki kendaraan bermotor (mobil/motor) sebagai anggunan pembiayaaan.
3. calon nasabah harus melampirkan:
     a. fotokopi KTP dan Kartu Keluaraga
     b. fotokopi KTP suami/istri
     c. fotokopi surat nikah
     d. fotokopi dokumen usaha yang sah ( bagi pengusaha informasl cukup menyerahkan surat keterangan usaha dari keluarahan atau dians terkait)
     e. asli BPKB kendaraan bermotor
     f. fotokopi rekening koran/ tabungan jika ada
     g. fotokopi pembiayaan listrik dan telepon
     h. fotokopi pembayaran PBB; dan
i. fotokopi laporan keuangan usaha
4. memenuhi kriteria kelayakan usaha
Apabila persyaratan di atas telah terpenuhi, maka proses memperoleh pembiayaan ARRUM selanjutnya dapat dilakukan dengan:
1. mengisi formulir aplikasi pembiayaan ARRUM
2. melampirkan dokumen-dokumen usaha, anggunan, serta dokumen pendukung lainnya yang terkait
3. petugas pegadaian memeriksa keabsahan dokumen-dokumen yang terlampir
4. petugas pegadaian melakukan survei analisis kelayakan usaha serta menaksir anggunan
5. penandatanganan akad embiayaan
6. pencairan pembiayaan.

2.9.3 Produk Gadai Emas di Bank Syari’ah
Gadai emas merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas sebgai salah satu alternatif memperoleh pembiayaan secara capat. Pinjaman gadai emas merupakan fasilitas pinjaman tanpa imbalan dengan jaminan emas dengan kewajiban pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Jamianan emas yang diberikan disimpan dalam enguasaan atau pemeliharaan bank atas dasar penyimpanan dalam melakukan tersebut nasabah diwajibkan membayar biaya sewa. Bank sya’riah dalma melaksanakan produk ini harus memerhatikan unsur-unsur kepercayaan, kesepakatan, jangka waktu, dan risiko.
Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan permohonan dapat mendatangi bank-bank syari’ah yang menyediakan fasilitas pembiayaan gadai emas dengan memenuhi persyaratan:
1. identitas diri KTP/SIM yang masih berlaku
2. perorangan WNI
3. cakap secara hukum
4. mempunyai rekening giro atau tabungan di bank syari’ah tersebut. \
5. menyampaikan NPWP (untuk pembiayaan tertentu sesuai dengan aturan yang berlaku)
6. adanya barang jaminan berupa emas. Bentuk dapat emas batangan, emas perhiasan atau emas koin dengan kemurnian minimal 18 karat atau kadar emas 75%. Sedangkan jenisnya adalah emas merah dan kuning.
7. memberikanketerangan yang di perlukan dengan benar mengenai alamat, data penghasilan dan atau lainnya.
Selanjutnya pihak bank syari’ah akan melakukan analisis pinjaman yang meliputi pemeriksaan kelengkapan dan kebanaran syarat-syarat calon pemohon pinjaman, menaksir dan menganalisis data keasliandan karatase jaminan emas. Apabila menurut analisis data pemohon layak maka bank akan menerbitkan realisasi pinjaman (qardh) dengan gadai emas yang kemudian dapat dicairkan setelah akad pinjaman (qardh) sesuai dengan ketentuan bank.

2.10 Sumber Pendanaan
            Pegadaiaan sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya giro, deposito dan tabungan. Untuk memenuhi kebutuhan dananya, Perum Pegadaian memiliki sumber-sember dana sebagai berikut:
            1. modal sendiri
2. penyertaan modal pemerintah
3. pinjaman jangka pendek dari perbankan
4. pinjaman jangka panjang yang berasal dari Keredit Lunak Bank Indonesia.
5. dari masyarakat melalui penerbitan obligasi.
            Aspek syari’ah tidak hanya menyentuh bgian oprasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benarterbatas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat di pertanggung jawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerja sama dengan lembaga kuangan syari’ah lain untuk mem-back up modal kerja.

2.11 Persamaan dan Perbedaan.
             Perbedaan antara gadai syari’ah dengan gadai konvensional dapat di buat dalam sebuah tabel berikut:
Tabel perbedaan dan persamaan gadai syari’ah dan konvensional.
persamaan
perbedaan
hak gadai atas pinjaman uang
rahn dalam hukum islam dilakukan secra suka rela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan sedangkan gadai menurut hukum perdata di samping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal.
adanya anggunan sebagai jaminan utang
dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak pada yang bergerak sedangkan dalam hukum islam, rahn berlaku pada seluruh benda, baik harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadai
dalam rahn tidak ada istilah bunga

biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai
gadai menurut hukum perdata dilaksanakan melalui seuatu lembaga yang di indonesia disebut Perum Pegadaian, rahn menurut hukum islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.
apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.


 


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Dari pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik kesimpulan yakni:
            1. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang llainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang ersebut dan biaya yang  telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
            2. pegadaian syari’ah adalah pegadaian yang dalam menjalankan oprasionalnya berpegang kepada prinsip syari’ah.
            3. jenis barang yang dapat diterima sebagai barang jaminan pada prinsipnya adalah barang bergerak.
            4. Produk dan jasa pegadaian syari’ah antara lain: Gadai Syariah (rahn), ARRUM dan produk gadai emas pada bank syari’ah.
            5. Serta dalam oprasionalnya sumber dana pegadaian syari’ah dapat berasal dari; modal sendiri, penyertaan modal pemerintah, pinjaman jangka pendek dari perbankan, pinjaman jangka panjang yang berasal dari kredit Lunak Bank Indonesia dan dari masyarakat melalui penerbitan obligasi.



DAFTAR PUSTAKA
Soemitra, Andri. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Group.
Sudarsono, Heri. 2007. Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisa.
R. Latumaerisa, Julius. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat
Triandaru, Totok Budisantoso, Sigit. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
Hadi, Muhammad Sholikul. 2003. Pegadaian Syariah. ____:____
____. 2011. Konsep Gadai Syari’ah (ar-Rahn) Dalam Perspektif Ekonomi Islam dan Fiqh Muamalah. http://mujahidinimeis.wordpress.com/2011/01/24/konsep-gadai-syariah-ar-rahn-dalam-perspektif-ekonomi-islam-dan-fiqh-muamalah/. Tanggal akses 21 November 2014.
Eko marwanto. 2011. Penerapan Teori Aplikasi Pegadaian Syariah Produk Ar-Rahn Pada Perum Pegadaian di Indonesia. http://www.ekomarwanto.com/2011/11/penerapan-teori-dan-aplikasi-pegadaian.html. Tanggal akses 21 November 2014.

1 komentar: